Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki dengan Zakat Kebhinekaan
Dalam hal menunaikan
zakat yang angkanya hanya 2,5 persen, umat Muslim ada yang melaksanakannya dengan
sungguh-sungguh namun ada pula yang hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Angka
tersebut ada yang dikeluarkan tiap bulan, atau setiap memiliki rejeki . Adapula
yang dikeluarkan setelah nishab dan haulnya tercapai. Yang berarti ditunaikan
setahun sekali.
Yang jadi
pertanyaan kemudian adalah, dengan dinamisnya persoalan kehidupan, apakah
mengeluarkan zakat 2,5 persen sebulan sekali atau setahun sekali bisa memberikan
dampak pengurangan kemiskinan? Maka seharusnya, seorang Muslim yang berkemampuan cukup secara
finansial, tidak perlu menunggu hingga nishabnya tercapai dan terlalu sibuk
pada angka 2,5 persen. Sebab ada celah untuk mengambil pahala jariyah selain
zakat, yaitu melalui sedekah yang bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun.
Memang
betul, kewajiban seorang Muslim adalah
mengeluarkan zakat. Dan selesai pada urusan pahala karena diniatkan lurus tersebab
Allah semata. Namun, ada suatu hal yang
menakjubkan dan lebih besar lagi jika kita tidak terpaku pada 2,5 persen dan mulai rutin bersedekah, yaitu: Memberikah
daya ubah pada mustahik agar mereka “naik level” menjadi muzakki. Wah, keren
banget kan kalau itu terlaksana?
Sebuah
proses berkelanjutan dari muzaki, oleh amil dan untuk mustahik, akan memberikan dampak besar dan
berkelanjutan, asalkan: Kondisi pertama, amil
mempunyai kemampuan melakukan pemberdayaan. Kedua, amil mau dan sanggup mempertahankan sifat jujur.
Dengan
dana zakat yang telah disalurkan kepada mustahik melalui amil, maka masa depan
kelompok ini bisa semakin tertata. Sebab, dana zakat yang terkumpul dari
masyarakat bisa dijadikan modal. Ya, modal
kerja bagi si miskin yang mempunyai kekuatan untuk mengubah hidup menjadi lebih
baik dan memutus rantai kemiskinan di sekitar lingkungan kelompoknya.
Selain
bantuan dana zakat, mustahik juga dipenuhi hak-hak dasarnya dan dibimbing untuk
lebih dekat pada Allah agar muncul keistiqomahan, optimisme dan semangat juang untuk
berubah lebih baik.
Fokus
pembenahan pemberdayaan, akan terus ditingkatkan. Amil pun tak perlu risau,
karena kemiskinan yang tak kunjung hilang. Sebab, mengatasi kemiskinan bukan perkara mudah dan
memang memerlukan waktu. Akan selalu ada tantangan, apalagi disaat pandemik
seperti ini.
Diperlukan
terobosan-terobosan dari amil untuk membuat program-program yang akan
memberikan dampak positif. Untuk saat ini mungkin pemberian sembako sebagai
pemenuhan hak dasar menjadi sorotan dan prioritas yang pertama, agar tidak
terjadi “kekacauan” di sektor lain.
Situasi
pandemik yang sedang kita rasakan bersama ini, ada plus dan minusnya. Volume kendaraan di jalanan mulai berkurang
beberapa hari terakhir. Udara pun terasa lebih segar. Sedang di sisi lain, beberapa masjid melakukan tindakan preventif dengan meniadakan kegiatan rutin berjamaah,
kajian dan aktivitas yang mengundang massa. Hal yang sama juga dapat kita
jumpai di tempat perbelanjaan dan
fasilitas umum.
Akibat
adanya virus yang proses penyebarannya sangat cepat ini, pemerintah merespon
dengan memberlakukan pembatasan aktivitas. Masyarakat dihimbau agar tidak telalu
berkerumun. Semua lapisan masyarakat pun merasakan dampaknya. Efeknya terasa sekali pada sektor ekonomi.
Terutama dikalangan strata bawah yang merupakan pekerja harian, pedagang,
buruh, sopir dan beberapa orang yang bekerja pada perusahan yang tidak memiliki
skill khusus.
Semoga apa
yang akan kami sampaikan ini bukan sekadar menjadi mimpi apalagi berandai-andai.
Tapi mewujud menjadi jalan keluar bersama. Ada potensi besar pada umat Muslim
jika berjamaah dan kompak melakukan zakat dan infaq. Misal sederhananya begini:
Tiap orang berkomitmen mengeluarkan 100 ribu tiap bulan, melalui akad zakat
atau infaq. Dalam satu tahun berarti sudah terkumpul 1,2 juta rupiah.
Berdasarkan
data global religius future, penduduk
Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar
87 persen dari total populasi. Diperkirakan pada tahun 2020 mencapai 229,62
juta jiwa. Jika diasumsikan 10 juta penduduk Indonesia yang mampu berzakat
menunaikan zakat 100 ribu tiap bulan melalui Nurul Hayat, maka dana yang akan
terkumpul mencapai satu triliun rupiah!
Woow,
nominal yang sungguh besar. Dan tentunya Nurul Hayat tidak akan main-main dalam
menjalankan amanah ini. Dana tersebut akan disalurkan melalui program-program
pengentasan kemiskinan.
Barangkali
dengan berjamaah, kita bisa memberikan perubahan yang lebih baik dan bisa
mengurangi angka kemiskinan yang menurut data BPS, pada Maret 2019 lalu, jumlahnya
mencapai 25,14 juta jiwa atau sekitar
9,82 % dari total penduduk.
Percayakan pada amil untuk mengelola dana zakat, infaq dan sedekah kita. Agar sedikit yang kita berikan dikumpulkan menjadi satu dengan yang muzaki lain berikan. Dan dari yang sedikit demi sedikit itu akhirnya terkumpul ratusan juta hingga triliunan rupiah yang akan merubah kehidupan mustahik dan memutus rantai kemiskinan.
Nah, sekarang Anda yang memutuskan. Mari ikut andil dalam berjamaah dan takjub meihat perubahan mustahik menjadi muzakki. Mari berjamaah dan bergerak bersama!
(Jr. Maimunnudin)
Comments
Post a Comment